Teknologi

Data Qantas Bocor! 6 Juta Pelanggan Terkena Serangan Hacker

Maskapai penerbangan Australia, Qantas, mengalami kebocoran data besar-besaran. Informasi pribadi jutaan pelanggannya telah dicuri oleh peretas. Ini merupakan pelanggaran data terbesar di Australia dalam beberapa tahun terakhir.

Kejadian ini menjadi pukulan telak bagi Qantas, yang sedang berjuang untuk memulihkan kepercayaan publik setelah beberapa kontroversi sebelumnya. Perusahaan segera mengambil langkah-langkah untuk mengatasi situasi ini dan menyelidiki dampaknya.

Kebocoran Data Qantas: Enam Juta Pelanggan Terdampak

Qantas mengkonfirmasi bahwa peretas berhasil mengakses platform layanan pelanggan pihak ketiga. Platform ini menyimpan data sekitar enam juta pelanggan.

Data yang bocor mencakup informasi sensitif seperti nama, alamat email, nomor telepon, tanggal lahir, dan nomor frequent flyer. Qantas belum mengungkapkan lokasi pusat panggilan yang diretas maupun rincian pelanggan yang terdampak.

Qantas mendeteksi aktivitas mencurigakan pada platform tersebut dan segera mengambil tindakan. Meskipun demikian, penyelidikan masih berlangsung untuk mengetahui seberapa banyak data yang telah dicuri.

Penting untuk dicatat bahwa Qantas menegaskan bahwa insiden ini tidak mempengaruhi operasional atau keselamatan penerbangan.

Dampak Kebocoran Data dan Respon Pemerintah Australia

Kebocoran data Qantas menjadi sorotan, mengingat insiden keamanan siber serupa yang menimpa Optus dan Medibank pada tahun 2022.

Kejadian ini kembali menyoroti kerentanan keamanan siber di Australia. Pemerintah Australia telah memberlakukan undang-undang ketahanan siber baru sebagai respons terhadap insiden-insiden sebelumnya.

Undang-undang tersebut mencakup kewajiban pelaporan untuk insiden keamanan siber dan upaya untuk meningkatkan kepatuhan keamanan. Namun, kebocoran data Qantas menunjukkan masih banyak yang perlu dilakukan.

Insiden ini juga berdampak negatif pada reputasi Qantas. Maskapai ini telah menghadapi berbagai kritik dalam beberapa tahun terakhir, termasuk tuduhan PHK ilegal dan penjualan tiket penerbangan yang dibatalkan.

Qantas juga menghadapi kritik atas upayanya melobi pemerintah untuk menolak permintaan Qatar Airways untuk menambah frekuensi penerbangan ke Australia. Keputusan ini dinilai merugikan persaingan harga.

Upaya Qantas Memulihkan Kepercayaan Publik

CEO Qantas, Vanessa Hudson, telah berusaha memperbaiki citra publik maskapai sejak menjabat pada tahun 2023. Namun, kebocoran data ini tentu menjadi tantangan baru.

Hudson menekankan komitmen Qantas untuk melindungi informasi pelanggan. Maskapai tersebut telah melaporkan insiden ini kepada otoritas terkait, termasuk Australian Cyber Security Centre (ACSC), Office of the Australian Information Commissioner (OAIC), dan Australian Federal Police (AFP).

Qantas menyatakan bahwa peretas tidak berhasil mengakses informasi sensitif lainnya seperti akun frequent flyer, kata sandi, PIN, atau detail login lainnya.

Namun, kebocoran data ini tetap menimbulkan kekhawatiran bagi jutaan pelanggan Qantas. Perusahaan harus melakukan lebih dari sekadar pernyataan, mereka perlu meningkatkan keamanan sistem dan membangun kembali kepercayaan pelanggan yang telah hilang.

Kejadian ini menyoroti pentingnya keamanan data bagi perusahaan besar, dan perlunya investasi yang lebih besar dalam perlindungan data pelanggan. Selain itu, transparansi dan komunikasi yang efektif dengan pelanggan sangat krusial dalam mengatasi dampak dari insiden seperti ini.

Ke depan, Qantas perlu menunjukkan komitmen nyata dalam meningkatkan keamanan siber dan transparansi kepada publik. Hanya dengan demikian, kepercayaan pelanggan dapat dipulihkan sepenuhnya.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button