Editorial

Gen Z Tolak Kuliah? Biaya Tinggi, 31% Pilih Jalan Lain

Survei Deloitte Global 2025 yang melibatkan Gen Z dan Milenial mengungkapkan fakta menarik: hampir sepertiga Gen Z (31%) memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan tinggi ke perguruan tinggi. Angka ini cukup signifikan dan patut mendapat perhatian.

Biaya kuliah yang tinggi menjadi alasan utama (39%) di balik keputusan ini. Para Gen Z juga meragukan relevansi pendidikan tinggi dalam memberikan pengalaman praktis yang dibutuhkan di dunia kerja.

Alasan Gen Z Memilih Tidak Kuliah

Tingginya biaya pendidikan menjadi hambatan utama bagi Gen Z untuk melanjutkan kuliah. Banyak yang melihat jalur alternatif seperti pelatihan, magang, dan OJT sebagai solusi yang lebih terjangkau dan berorientasi pada pengembangan keterampilan.

Selain biaya, faktor lain juga turut berperan. Kondisi keluarga atau pribadi (34%) juga menjadi pertimbangan. Beberapa Gen Z memilih fleksibilitas belajar mandiri (26%), sedangkan yang lain mencari jalur karier yang tidak mensyaratkan pendidikan tinggi formal (25%).

Kurangnya minat pada pendidikan tradisional (21%) juga menjadi faktor yang tidak dapat diabaikan. Kekhawatiran akan beban pinjaman mahasiswa (student loan) (21%) serta rencana berwirausaha (19%) juga ikut memengaruhi keputusan mereka.

Menariknya, sebagian Gen Z (16%) merasa pendidikan tinggi tidak menyediakan keterampilan yang dibutuhkan di era perkembangan teknologi pesat, seperti kecerdasan buatan (AI). Hal ini menunjukkan adanya gap antara kurikulum pendidikan dan kebutuhan pasar kerja.

Kekhawatiran Gen Z Terhadap Sistem Pendidikan Tinggi

Mahalnya biaya kuliah (40%) menjadi kekhawatiran utama Gen Z terhadap sistem pendidikan tinggi. Mereka juga mempertanyakan kualitas pendidikan yang diberikan (35%).

Kurangnya kesempatan untuk mendapatkan pengalaman praktis (28%) dan relevansi kurikulum dengan pasar kerja (24%) menjadi dua kekhawatiran lainnya. Gen Z juga merasa waktu kuliah yang panjang (22%) dan minimnya opsi pembelajaran fleksibel (20%) menjadi kelemahan sistem pendidikan tinggi.

Survei Deloitte Global 2025: Metodologi dan Responden

Survei Deloitte Global 2025 melibatkan 14.751 Gen Z dan 8.731 Milenial dari 44 negara. Dari Indonesia, terdapat 535 responden, terdiri dari 326 Gen Z dan 209 Milenial.

Responden memiliki latar belakang yang beragam, mulai dari eksekutif di perusahaan multinasional hingga pekerja UMKM, bahkan pengangguran. Tingkat pendidikan responden juga beragam, mulai dari lulusan perguruan tinggi hingga lulusan sekolah menengah atas.

Metodologi survei yang digunakan meliputi pertanyaan terbuka, wawancara tatap muka kualitatif, dan survei online. Wawancara kualitatif dilakukan pada 19 Desember 2024 hingga 10 Januari 2025.

Definisi Gen Z dalam survei ini adalah mereka yang lahir antara Januari 1995 dan Desember 2006, sementara Milenial (Gen Y) lahir antara Januari 1983 dan Desember 1994.

Kesimpulannya, survei ini menyoroti tren menarik di kalangan Gen Z Indonesia. Keputusan untuk tidak kuliah didorong oleh berbagai faktor, terutama biaya dan keraguan terhadap relevansi pendidikan tinggi dengan kebutuhan pasar kerja. Temuan ini memberikan masukan penting bagi pemangku kepentingan dalam memperbaiki sistem pendidikan tinggi agar lebih relevan dan terjangkau.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button