Eks-Ketua PBNU Ahmad Fahrurrozi Jadi Komisaris PT Gag Nikel: Reaksi Resmi

Polemik tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, kembali mencuat ke permukaan. Munculnya nama Ketua PBNU Bidang Keagamaan, KH Ahmad Fahrur Rozi, sebagai anggota Dewan Komisaris PT Gag Nikel, perusahaan tambang di Pulau Gag, memicu pertanyaan mengenai keterkaitan PBNU dengan aktivitas pertambangan tersebut.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan tegas membantah keterlibatan organisasi dalam hal ini. PBNU menegaskan bahwa pemberian rekomendasi jabatan, termasuk posisi komisaris, bukanlah kebijakan organisasi.
Bantahan PBNU Terkait Keterlibatan dalam PT Gag Nikel
Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, secara langsung memberikan klarifikasi. Ia menyatakan bahwa segala aktivitas bisnis atau jabatan yang diemban pengurus PBNU di luar organisasi merupakan urusan pribadi.
PBNU, menurut Yahya, hanya mengeluarkan surat rekomendasi untuk keperluan pendidikan, bukan untuk jabatan di perusahaan manapun. Hal ini ditegaskan kembali untuk menghindari kesalahpahaman.
Klarifikasi KH Ahmad Fahrur Rozi Mengenai Jabatan Komisaris
KH Ahmad Fahrur Rozi sendiri telah memberikan klarifikasi terkait pemberitaan yang mengaitkannya dengan PT Gag Nikel. Ia menegaskan bahwa jabatan komisaris tersebut merupakan keputusan pribadinya.
Ia menekankan bahwa keputusannya menjadi komisaris tidak ada kaitannya dengan organisasi PBNU. Ini bertujuan untuk menjernihkan situasi dan menghindari spekulasi lebih lanjut.
Fahrur Rozi juga menjelaskan lokasi tambang yang berjarak sekitar 40 kilometer dari Piaynemo, kawasan wisata Raja Ampat yang terkenal. Penjelasan ini bertujuan untuk memberikan konteks lokasi tambang.
Status Izin Tambang Nikel di Raja Ampat dan Upaya Pemerintah
Pemerintah Indonesia telah mengambil tindakan tegas terkait pelanggaran izin tambang di Raja Ampat. Empat perusahaan pertambangan terbukti melanggar aturan lingkungan dan mengganggu kawasan geopark.
Izin Usaha Pertambangan (IUP) keempat perusahaan tersebut, yakni PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining, telah dicabut. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah.
Pencabutan izin tersebut bertujuan untuk menjaga kelestarian alam dan memastikan pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab. Hal ini sejalan dengan upaya pelestarian lingkungan.
Polri juga telah membentuk tim gabungan untuk menyelidiki lebih lanjut dugaan pelanggaran pertambangan di wilayah tersebut. Penyelidikan ini akan memastikan keadilan dan penegakan hukum.
Secara keseluruhan, kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam sektor pertambangan, serta perlunya pemisahan yang jelas antara aktivitas pribadi dan jabatan publik. Ketegasan pemerintah dalam menindak pelanggaran lingkungan juga menjadi poin penting dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.