Berita

Reaktivasi Kereta Api Garut-Cikajang: Rp20 Triliun, Proyek Raksasa Menuai Kontroversi

Rencana reaktivasi jalur kereta api Garut-Cikajang, yang telah lama mati, oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, menimbulkan pro dan kontra. Proyek ambisius ini di satu sisi diharapkan meningkatkan konektivitas dan modernisasi wilayah. Namun, di sisi lain, warga yang tinggal di sepanjang jalur rel mengeluhkan ketidakadilan dan minimnya partisipasi mereka dalam proses pengambilan keputusan.

Keberatan warga ini disuarakan lantang oleh Paguyuban Warga Bantaran Rel Garut (PWMBR). Mereka mempertanyakan manfaat nyata proyek ini bagi kehidupan mereka dan khawatir akan tergusur tanpa solusi komprehensif.

Warga Bantaran Rel Tolak Reaktivasi Jalur Kereta Garut-Cikajang

PWMBR, melalui surat terbuka kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyatakan penolakan terhadap rencana reaktivasi. Bukan pembangunan yang ditolak, tetapi kurangnya transparansi dan dialog yang melibatkan warga terdampak. Ketua PWMBR, Dindin Jaelani, menekankan pentingnya keadilan sosial dalam proyek ini.

PWMBR menilai proyek ini berpotensi memicu konflik sosial. Banyak warga telah berpuluh tahun bermukim dan bergantung hidup di sekitar rel kereta yang tak beroperasi. Ancaman penggusuran tanpa jaminan relokasi yang layak menjadi kekhawatiran utama mereka.

Sekretaris PWMBR, Alimudin Garbiz, menambahkan beberapa pertanyaan kritis. Ia mempertanyakan studi kelayakan proyek dan dampaknya terhadap mata pencaharian sopir angkot dan elf yang beroperasi di jalur Garut-Cikajang.

Enam Tuntutan Warga Agar Reaktivasi Berjalan Adil

Untuk memastikan proyek reaktivasi berjalan adil dan berpihak pada rakyat, PWMBR mengajukan enam tuntutan. Tuntutan ini bertujuan untuk menciptakan proses yang transparan dan akuntabel.

  • Dialog terbuka antara Gubernur, PT KAI, DPRD Jabar, dan warga terdampak.
  • Penjelasan resmi mengenai tahapan dan arah proyek yang jelas dan rinci.
  • Publikasi studi kelayakan yang obyektif dan transparan untuk dikaji publik.
  • Jaminan tidak ada penggusuran tanpa solusi relokasi yang manusiawi dan layak.
  • Kajian mendalam mengenai dampak proyek terhadap sektor transportasi lokal dan mata pencaharian warga.
  • Penjelasan yang jelas mengenai urgensi dan manfaat proyek bagi masyarakat Garut secara keseluruhan.

Dindin Jaelani menegaskan bahwa penolakan akan tetap dilakukan jika tuntutan mereka diabaikan. Partisipasi warga sangat krusial dalam keberhasilan proyek ini.

Gubernur Jawa Barat Dorong Reaktivasi Jalur Kereta Api

Di sisi lain, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memandang reaktivasi jalur kereta api sebagai bagian dari visi besar pembangunan infrastruktur Jawa Barat. Ia ingin membangun jaringan perkeretaapian yang terintegrasi dan modern.

Melalui akun media sosialnya, Dedi Mulyadi mengungkapkan rencana reaktivasi 11 jalur kereta api di Jawa Barat, termasuk jalur Garut-Cikajang, Banjar-Cijulang, Rancaekek-Tanjungsari, Cipatat-Padalarang, dan Bandung-Ciwidey. Proyek ini membutuhkan anggaran sekitar Rp20 triliun.

Dedi Mulyadi membayangkan Jawa Barat terhubung oleh jalur kereta api yang indah dan modern dalam lima tahun ke depan. Namun, visi ini perlu diimbangi dengan perhatian terhadap aspirasi dan kesejahteraan warga terdampak.

Reaktivasi jalur kereta Garut-Cikajang, dan proyek-proyek serupa, memiliki potensi besar untuk meningkatkan perekonomian dan konektivitas. Akan tetapi, keberhasilannya bergantung pada kesejahteraan dan keterlibatan semua pihak, termasuk warga yang selama ini hidup di sekitar jalur rel. Harapannya, pemerintah dapat mendengarkan aspirasi warga dan mencari solusi yang adil bagi semua. Hanya dengan demikian, proyek ini dapat menjadi transformasi yang sesungguhnya, bukan sumber konflik.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button