Pendeta 45 Tahun Hijrah, Pilih Nama Abdul Rahman
Perjalanan spiritual seringkali menghadirkan kejutan-kejutan tak terduga. Kisah hidup Gould David, seorang pendeta Australia yang telah mengabdi selama 45 tahun, menjadi bukti nyata akan hal tersebut. Perjalanan panjangnya dalam pelayanan Kristen berujung pada sebuah keputusan monumental: memeluk agama Islam dan berganti nama menjadi Abdul Rahman. Kisahnya ini adalah sebuah testament akan pencarian spiritual yang tak kenal lelah, dan sebuah contoh betapa keyakinan seseorang bisa berevolusi seiring waktu dan pemahaman yang lebih mendalam.
Dari Mimbar Gereja Menuju Masjid
Gould David, atau kini Abdul Rahman, menghabiskan hampir setengah abad hidupnya melayani sebagai pendeta di Australia. Ia membaktikan dirinya untuk gereja, memimpin misa, membaptis jemaat, memberikan konseling rohani, dan mengkhotbahkan ajaran Kristen. Dedikasi dan pengabdiannya selama 45 tahun tak perlu diragukan.
“Setiap lembar kalender selama 45 tahun pelayanan saya di gereja bukanlah lembaran yang terbuang sia-sia,” ungkap Abdul Rahman. Pengalamannya di gereja menjadi dasar pemahaman teologis yang mendalam.
Ia adalah sosok yang dihormati, dipandang sebagai gembala bagi jemaatnya. Abdul Rahman juga dikenal sebagai seorang sarjana teologi yang telah mendedikasikan waktu bertahun-tahun mempelajari kitab suci Kristen.
Pencarian Spiritual yang Tak Berhenti
Meskipun telah mengabdi sepenuh hati pada Kristen, Abdul Rahman tetap merasa ada sebuah kehausan intelektual dan spiritual yang belum terpenuhi. Ia merasa perlu memahami Tuhan secara lebih utuh dan menyeluruh.
Pencarian ini bukanlah pemberontakan, melainkan sebuah perjalanan intelektual dan spiritual yang alami. Ia memulai studi banding teologi dengan mempelajari berbagai agama, termasuk Islam.
Awalnya, pendekatannya murni akademis; sebuah upaya untuk memahami perspektif lain dalam memandang Yang Maha Kuasa. Namun, segalanya berubah ketika ia mulai mendalami Al-Quran.
Al-Quran: Titik Balik Menuju Islam
Abdul Rahman menjelaskan bahwa pendekatannya terhadap Al-Quran awalnya masih bersifat akademik. Namun, seiring waktu, ia mulai membaca Al-Quran bukan sebagai objek studi, melainkan sebagai seorang pencari kebenaran yang tulus.
Ia menghabiskan waktu bertahun-tahun membaca dan merenungkan ayat demi ayat. Perlahan, keraguan dan kesalahpahaman yang tertanam akibat stereotip mulai runtuh.
Al-Quran, menurut Abdul Rahman, menyajikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan teologis yang telah lama menghantuinya. Ia mendeskripsikan penyampaian ajaran dalam Al-Quran sebagai “sangat logis, puitis, dan menyentuh langsung ke inti jiwa.”
Keesaan Tuhan: Pengalaman Spiritual yang Mendasar
Titik balik yang menentukan terjadi pada suatu malam yang tenang, setelah ia membaca Surah Al-Ikhlas. Konsep Tauhid, keesaan Tuhan yang murni dan tanpa kompromi, begitu menggetarkan jiwanya.
Pengalaman spiritual ini begitu kuat dan mendalam, sehingga ia memutuskan untuk memeluk agama Islam. Pengalaman tersebut mengukuhkan keyakinan dan pemahamannya akan Tuhan.
Kisah Abdul Rahman merupakan bukti bahwa perjalanan spiritual adalah sebuah proses yang dinamis dan terus berkembang. Ia menunjukkan betapa pencarian kebenaran yang tulus dapat membawa seseorang pada pemahaman yang lebih mendalam tentang Tuhan, terlepas dari latar belakang agama sebelumnya. Perjalanannya membuktikan bahwa keimanan adalah sebuah perjalanan, bukan sebuah tujuan statis.



