KTT Kelautan PBB: Selamatkan Lautan, Hadapi Tantangan Global
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, lebih dari 60 kepala negara dan pemerintahan dunia berkumpul dalam satu forum untuk membahas isu krusial yang selama ini kerap terabaikan: laut. KTT Kelautan PBB di Nice, Prancis Selatan, pertengahan Juni 2025, menandai tonggak penting dalam upaya global melindungi samudra dari kerusakan permanen. Pertemuan bersejarah ini menghasilkan beberapa kesepakatan penting dan memicu momentum baru dalam gerakan konservasi laut.
Momentum Baru Perlindungan Laut: KTT Kelautan PBB di Nice
Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut KTT ini sebagai “momen yang menentukan” bagi masa depan laut. Pernyataan ini didukung oleh fakta bahwa belum pernah sebelumnya begitu banyak pemimpin dunia berkumpul untuk membahas isu kelautan secara bersamaan. KTT ini bukan sekadar deklarasi simbolis, melainkan menghasilkan langkah-langkah nyata yang berpotensi mengubah arah pengelolaan lautan dunia.
Perjanjian Laut Lepas: Harapan Baru untuk Konservasi
Salah satu pencapaian utama KTT adalah kemajuan signifikan dalam implementasi Perjanjian Laut Lepas. Perjanjian yang telah dinegosiasikan selama lebih dari dua dekade ini akan memungkinkan pembentukan kawasan konservasi di wilayah laut internasional. Targetnya, perjanjian ini mulai berlaku pada 1 Januari 2026. Jika berhasil, ini akan menjadi instrumen hukum pertama yang efektif untuk mencapai target ambisius “30×30”: melindungi 30% wilayah laut dunia pada tahun 2030. Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, menyebut laju kemajuan ini sebagai “rekor” dan menekankan meningkatnya momentum perlindungan laut.
Tantangan Penangkapan Ikan Destruktif: Kritik dan Harapan
Praktik penangkapan ikan destruktif, khususnya bottom trawling (penyeretan jaring besar ke dasar laut), menjadi sorotan utama dalam konferensi. Negara-negara Pasifik, yang telah melarang praktik ini di wilayah mereka, mendesak negara-negara lain untuk mengikuti langkah serupa. Namun, Prancis, sebagai tuan rumah KTT, menuai kritik karena belum sepenuhnya melarang bottom trawling di kawasan lindungnya. Alexandra Cousteau, cucu tokoh konservasi laut Jacques Cousteau, menyebut janji Prancis sebagai “kata-kata kosong”. Ia menekankan pentingnya kepemimpinan Prancis dalam isu ini, namun menilai negara tersebut justru kehilangan kesempatan untuk menunjukkan komitmen nyata.
Peran Negara-Negara dalam Mengatasi Penangkapan Ikan Destruktif
- Negara-negara Pasifik telah menunjukkan kepemimpinan dengan melarang bottom trawling di wilayah mereka. Langkah ini menjadi contoh bagi negara-negara lain untuk mengikuti praktik yang berkelanjutan.
- Prancis, sebagai tuan rumah KTT, mendapat tekanan untuk menerapkan larangan yang lebih tegas terhadap bottom trawling di wilayahnya. Kritik ini menyoroti pentingnya konsistensi antara retorika dan tindakan nyata dalam konservasi laut.
- Organisasi internasional seperti Oceana memainkan peran penting dalam mengawasi komitmen negara-negara dan mendorong implementasi kebijakan yang lebih efektif untuk melindungi ekosistem laut.
Komitmen dan Kolaborasi: Menuju Masa Depan Laut yang Berkelanjutan
Meskipun terdapat kritik, KTT Kelautan PBB di Nice menghasilkan sejumlah komitmen positif. Banyak negara menyatakan dukungan kuat terhadap konservasi laut, menjanjikan peningkatan pendanaan, dan pengembangan strategi pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan. Kolaborasi internasional menjadi kunci keberhasilan upaya ini. Perjanjian Laut Lepas, jika diimplementasikan secara efektif, akan menjadi alat penting dalam melindungi keanekaragaman hayati laut dan memastikan keberlanjutan ekosistem laut untuk generasi mendatang.
KTT ini menandai perubahan paradigma dalam pengelolaan laut. Dari sekadar isu yang sering terabaikan, laut kini mendapatkan perhatian dan prioritas dari para pemimpin dunia. Meskipun tantangan masih banyak, semangat kolaborasi dan komitmen nyata yang ditunjukkan dalam KTT ini memberikan harapan bagi masa depan laut yang lebih lestari. Suksesnya implementasi kesepakatan-kesepakatan yang dicapai akan menjadi penentu penting dalam upaya global untuk melindungi “paru-paru dunia” ini.



