Berita

Evakuasi Pendaki Rinjani Tuai Kritik: Metode Tradisional Dipertanyakan

Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi NasDem, Mori Hanafi, menyoroti metode evakuasi pendaki asal Brasil, Juliana Marins, dari Gunung Rinjani. Proses evakuasi yang dinilai masih sangat tradisional ini menjadi fokus kritiknya dalam rapat Komisi V DPR dengan Basarnas dan BMKG pada Senin (7/7/2025). Kritik tersebut dilayangkan mengingat kemajuan teknologi yang seharusnya bisa dioptimalkan dalam operasi penyelamatan semacam ini.

Evakuasi Juliana Marins: Metode Tradisional Jadi Sorotan

Mori Hanafi secara tegas menyatakan keprihatinannya atas metode evakuasi Juliana Marins yang masih sangat manual. Pendaki tersebut dievakuasi dengan cara digotong dan ditarik secara manual dari ketinggian yang cukup ekstrem. Proses ini dinilai kurang efisien dan berisiko mengingat kondisi geografis Gunung Rinjani yang menantang.

Meskipun mengakui kesulitan operasional akibat cuaca ekstrem yang membatasi penggunaan helikopter, Mori menekankan perlunya Basarnas untuk mengevaluasi dan meningkatkan kemampuan dalam penanganan evakuasi di medan sulit. Kejadian ini menjadi pelajaran berharga untuk mempersiapkan diri menghadapi situasi serupa di masa mendatang.

Teknologi Modern: Solusi untuk Penyelamatan di Masa Depan

Mori Hanafi mendorong Basarnas untuk meningkatkan penggunaan teknologi informasi dan sistem IT dalam operasi pencarian dan penyelamatan. Ia berpendapat bahwa peningkatan sistem informasi akan sangat membantu dalam pengambilan keputusan yang cepat dan tepat selama proses evakuasi.

Penggunaan teknologi modern, seperti sistem pemantauan berbasis drone atau perangkat pemetaan digital, bisa meningkatkan akurasi dan efisiensi dalam menentukan lokasi korban dan merencanakan strategi evakuasi yang optimal. Hal ini akan meminimalisir risiko dan mempercepat proses penyelamatan.

Penguatan Sistem IT Basarnas: Keharusan di Era Digital

Penguatan sistem IT di Basarnas bukan hanya sekadar modernisasi, tetapi juga untuk meningkatkan koordinasi dan kolaborasi antar tim penyelamat. Integrasi data dari berbagai sumber akan mempermudah dalam memonitor kondisi medan, cuaca, dan perkembangan situasi di lapangan.

Dengan sistem yang terintegrasi, Basarnas dapat mengambil keputusan yang lebih tepat dan efektif dalam mengoptimalkan sumber daya yang tersedia, termasuk penggunaan helikopter dan tim penyelamat di lapangan. Hal ini penting untuk menjamin keselamatan korban dan efisiensi operasional.

Tantangan dan Peluang Optimalisasi Penyelamatan Gunung

Juliana Marins awalnya jatuh pada kedalaman 100-200 meter, kemudian terjatuh lagi ke kedalaman 600 meter. Evakuasi yang dilakukan dengan cara ditarik menggunakan tali sepanjang 600 meter di medan yang sangat ekstrem menunjukkan betapa manualnya proses penyelamatan tersebut.

Walaupun helikopter telah diterjunkan, kondisi cuaca yang buruk membuatnya tak mampu beroperasi secara optimal. Ini menunjukkan pentingnya pengembangan strategi evakuasi yang fleksibel dan adaptif terhadap berbagai kondisi, termasuk cuaca ekstrem di daerah pegunungan. Ke depannya, sinergi teknologi dan keahlian manusia harus dimaksimalkan.

Meskipun kritik disampaikan, Mori Hanafi juga mengakui upaya Basarnas yang telah berupaya mengirimkan helikopter ke lokasi kejadian. Namun, kejadian ini tetap menjadi momentum penting untuk evaluasi dan peningkatan kapasitas Basarnas dalam menghadapi tantangan penyelamatan di daerah pegunungan yang kompleks. Harapannya, kejadian ini akan mendorong reformasi sistem penyelamatan di Indonesia, khususnya dalam hal pemanfaatan teknologi modern. Dengan demikian, proses evakuasi di masa depan akan lebih efektif, efisien, dan aman.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button