Krisis Klub Indonesia: Pemain Eks Joey Pelupessy Terancam Hilang
Sepak bola Inggris tengah dihebohkan oleh krisis keuangan yang melanda Sheffield Wednesday, klub bersejarah yang pernah dibela pemain keturunan Indonesia, Joey Pelupessy. Bukan hanya soal finansial semata, masalah ini berpotensi mengguncang sendi-sendi tim hingga ke akarnya: ancaman kehilangan seluruh pemain akibat tunggakan gaji.
Fenomena ini, yang sayangnya cukup familiar di sepak bola Indonesia, kini menjadi kenyataan pahit bagi klub kasta kedua Liga Inggris tersebut. Ancaman tersebut datang dari Asosiasi Pesepak Bola Profesional (PFA), sebuah lembaga yang melindungi hak-hak para pemain profesional.
Ancaman PHK Massal Menggantung di Sheffield Wednesday
CEO PFA, Maheta Molango, secara tegas menyatakan sejumlah pemain senior Sheffield Wednesday berhak mengakhiri kontrak mereka karena klub gagal membayar gaji tepat waktu. Ini bukan sekadar keterlambatan biasa, melainkan pola yang berulang.
Molango menekankan bahwa kontrak pemain standar memuat klausul yang memungkinkan pemutusan kontrak jika terdapat pelanggaran serius dan berkelanjutan. Keterlambatan pembayaran gaji Sheffield Wednesday, menurutnya, telah memenuhi kriteria tersebut.
Dalam empat bulan terakhir, Sheffield Wednesday telah tiga kali menunggak gaji para pemainnya. Kondisi ini menimbulkan keresahan dan ketidakpastian di dalam skuad.
Konsekuensi Hukum dan Regulasi FIFA
Berdasarkan regulasi FIFA, pemain berhak memutus kontrak jika gaji selama dua bulan berturut-turut belum dibayarkan. Namun, terdapat mekanisme yang harus dipatuhi.
Pemain wajib memberi tahu klub secara tertulis 15 hari sebelum memutuskan kontrak. Ini memberikan kesempatan bagi klub untuk memperbaiki situasi keuangannya dan mencegah pemutusan kontrak massal.
Peraturan ini dirancang untuk melindungi baik hak pemain maupun klub. Pemain mendapatkan kepastian finansial, sementara klub diberi kesempatan memperbaiki keadaan sebelum kehilangan pemain-pemain andalannya.
Krisis Puncak di Akhir Juni dan Strategi Klub
Puncak krisis terjadi pada akhir Juni 2025. Pemilik klub, Dejphon Chansiri, hanya membayar gaji pemain U-21 dan sebagian kecil staf non-pemain. Pemain senior, tulang punggung tim, terabaikan.
Ironisnya, manajer tim utama, Danny Rohl, justru menerima gaji penuh. Diduga ini merupakan strategi klub agar jika Rohl direkrut klub lain, Sheffield Wednesday masih bisa mendapatkan kompensasi.
Situasi ini tentu sangat memprihatinkan. Nyaris seluruh pemain senior berpotensi meninggalkan klub secara bebas transfer. Masa depan Sheffield Wednesday pun menjadi tanda tanya besar.
Krisis di Sheffield Wednesday menjadi contoh nyata betapa pentingnya manajemen keuangan yang sehat dan bertanggung jawab dalam dunia sepak bola profesional. Kegagalan dalam mengelola keuangan tidak hanya berdampak pada reputasi klub, tetapi juga dapat menghancurkan karir para pemain dan masa depan tim secara keseluruhan. Semoga kasus ini menjadi pembelajaran berharga bagi klub-klub sepak bola lainnya, baik di Inggris maupun di seluruh dunia, untuk selalu memprioritaskan kesejahteraan finansial pemain dan pengelolaan klub yang berkelanjutan.




