Berita

Rahasia Perseteruan Abadi: Amerika Serikat vs Iran

Perang antara Iran dan Israel semakin memperumit hubungan yang sudah lama tegang antara Amerika Serikat dan Iran. Dukungan AS yang kuat terhadap Israel telah mendorong AS untuk menyerang fasilitas nuklir Iran, sebuah rencana yang telah lama disiapkan. Namun, benarkah konflik AS-Iran semata-mata karena faktor Israel? Jawabannya tidak sesederhana itu. Ada sejumlah faktor lain yang telah lama memicu perselisihan antara kedua negara.

Hubungan AS-Iran memang terkait erat dengan konflik Israel. Iran mendukung kelompok-kelompok seperti Houthi di Yaman, Hizbullah di Lebanon, dan Hamas di Gaza – semua musuh bebuyutan Israel. Dukungan ini telah menjadikan Iran sebagai target tuduhan sebagai pendukung terorisme. Iran sendiri membenarkan tindakannya dengan alasan membela hak-hak rakyat Palestina.

Faktor Agama dan Ideologi: Sebuah Pandangan yang Terlalu Sederhana

Pandangan yang menganggap perbedaan agama sebagai akar masalah AS-Iran juga perlu dikaji ulang. Meskipun Iran menjadi negara teokrasi setelah revolusi 1979, memandang hal tersebut sebagai satu-satunya penyebab perselisihan adalah kesimpulan yang prematur. Konflik ini berakar jauh lebih dalam, bahkan sebelum revolusi.

Persepsi Barat tentang intoleransi Iran pasca-revolusi memang turut mewarnai hubungan kedua negara. Namun, hal ini hanya satu sisi dari konflik yang kompleks. Lebih jauh, akar masalah yang jauh lebih mendalam bermula jauh sebelum tahun 1979.

Kudeta 1953: Titik Balik Hubungan AS-Iran

Puncak perselisihan berawal dari kudeta militer tahun 1953 yang menggulingkan Perdana Menteri Mohammad Mosaddegh. Kudeta yang dikenal sebagai “Mordad coup d’etat” ini didalangi oleh Inggris dan Amerika Serikat.

Mosaddegh dituduh pro-Uni Soviet, tuduhan yang hingga kini belum terbukti. Amerika Serikat, melalui CIA, bahkan dilaporkan membiayai demonstrasi yang menentang Mosaddegh. Operasi ini, diberi kode nama “Proyek TPAJAX”, bertujuan untuk mengamankan kepentingan minyak Inggris di Iran.

Ekonomi Minyak dan Pengaruh Pahlevi: Sebuah Era Perbudakan

Mosaddegh berupaya mengaudit Anglo Iranian Oil Company (kini British Petroleum), karena menganggap perusahaan tersebut tidak memberikan royalti yang adil kepada Iran. Ia juga membatasi kendali Inggris atas cadangan minyak Iran.

Tindakan Mosaddegh ini memicu kemarahan Inggris, dan Amerika Serikat pun ikut campur. Kudeta tersebut berhasil menyingkirkan Mosaddegh dan mengangkat Mohammad Reza Pahlevi sebagai Shah.

Pahlevi memerintah dengan tangan besi, membantai lawan politiknya dan memerintah melalui teror dengan bantuan badan intelijen Savak. Sementara rakyat Iran menderita secara ekonomi, keluarga kerajaan hidup mewah. AS, sebagai pelindung utama Pahlevi, memperoleh konsesi pengelolaan 40 persen sumur minyak Iran.

Revolusi 1979: Akibat dari Keserakahan dan Penindasan

Ketidakpuasan rakyat Iran terhadap rezim Pahlevi dan campur tangan AS mencapai puncaknya pada revolusi 1979. Revolusi ini menumbangkan monarki dan mengganti sistem pemerintahan dengan teokrasi.

Resentmen rakyat Iran terhadap AS bukan hanya terkait dengan dukungan terhadap rezim otoriter Pahlevi, tetapi juga karena eksploitasi sumber daya alam Iran dan campur tangan dalam urusan dalam negeri. Hal ini membentuk persepsi mendalam tentang pengkhianatan dan penindasan di kalangan masyarakat Iran.

Utang yang Tak Terbayar: Sepekan Fakta Lain Hubungan Iran-Israel

Konflik Iran-Israel juga diwarnai oleh utang Israel kepada Iran sebesar satu miliar dollar AS sejak tahun 1979. Utang tersebut merupakan harga minyak yang dibeli Israel dari Iran.

Meskipun Iran telah berulang kali menuntut pembayaran, Israel menolak untuk melunasi hutang tersebut. Bahkan putusan pengadilan Swiss tahun 2015 yang memerintahkan perusahaan Israel untuk membayar 1,1 miliar dollar pun diabaikan. Apakah Iran dituduh sebagai negara intoleran dan pendukung terorisme hanya karena menagih hutangnya? Pertanyaan ini patut direnungkan.

Hubungan AS-Iran yang rumit tidak dapat disederhanakan menjadi satu faktor tunggal. Dari kudeta tahun 1953, eksploitasi sumber daya minyak, hingga dukungan terhadap rezim otoriter, sejumlah faktor telah membentuk persepsi negatif Iran terhadap AS dan sebaliknya. Konflik ini merupakan hasil dari sejarah yang panjang dan penuh dengan kepentingan ekonomi dan politik yang saling berbenturan. Memahami konteks sejarah ini krusial untuk memahami kompleksitas hubungan kedua negara.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button