Berita

Kisah Nyata Wartawan Kompas: Sejarah di Balik Berita

Buku “Kesaksian 23 Wartawan Kompas” baru saja diluncurkan. Buku setebal 530 halaman ini menghimpun kisah-kisah pribadi dan pengalaman lapangan dari 23 wartawan Kompas lintas generasi. Sebuah catatan penting yang merekam peran jurnalis Kompas sebagai saksi dan pelaku sejarah bangsa.

Proses pengumpulan materi buku ini dimulai sejak tahun 1988. Inisiatif ini muncul dari Albert Kuhon, editor buku dan mantan reporter Kompas.

Kisah di Balik Meja Redaksi: Lebih dari Sekedar Berita

Albert Kuhon, yang pernah mengalami masa “diam” karena mendirikan serikat pekerja di Kompas, memanfaatkan waktu tersebut untuk mengumpulkan arsip dan data. Ia kemudian berdiskusi dengan seniornya, Piet Warbung, dan menyadari banyak cerita menarik yang belum pernah dipublikasikan.

Salah satu kisah menarik datang dari Ace S Madsupi, Redaktur Pelaksana Kompas tahun 1998. Ia menceritakan ketegangan menjelang pengunduran diri Presiden Soeharto.

Ace keluar kantor untuk mencari informasi langsung dari narasumber terpercaya, Prof. Nurcholish Madjid. Sekitar pukul satu dini hari, ia mendapatkan konfirmasi tentang pengunduran diri Soeharto.

Keputusan berani diambil untuk memasang headline “Selamat Datang Pemerintahan Baru”. Risikonya besar; kesalahan informasi bisa berujung pada penjara bagi tim dan pembredelan Kompas.

Kisah Pius Caro, wartawan yang hidup di atas kapal Pinisi selama setahun, juga termasuk dalam buku ini. Buku ini merupakan jendela ke masa lalu, menampilkan bagaimana kerja keras dan idealisme wartawan Kompas diuji waktu.

Transformasi Dunia Jurnalistik: Dari Mesin Tik ke Era Digital

Buku “Kesaksian 23 Wartawan Kompas” juga mencerminkan transformasi dunia jurnalistik. Albert Kuhon menyoroti pergeseran semangat menggali informasi di era digital.

Dulu, wartawan harus terjun langsung ke lapangan, membawa mesin tik, dan berjuang keras mencari fakta. Profesi wartawan adalah sebuah pilihan, bukan sekadar pekerjaan biasa.

Kini, kemudahan akses informasi digital terkadang menggerus semangat tersebut. Buku ini menjadi pengingat penting akan nilai-nilai jurnalistik sejati.

Apresiasi dan Harapan untuk Generasi Penerus

Peluncuran buku ini dihadiri oleh Satrio Aris Munandar, pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan wartawan senior Kompas. Ia mengapresiasi buku ini karena menyoroti kisah para wartawan Kompas yang selama ini cenderung “low profile”.

Satrio menekankan bahwa para wartawan yang menulis dalam buku ini merupakan sosok berpengalaman yang tak hanya menyaksikan, tetapi juga ikut membentuk sejarah pers Indonesia. Kompas, pada masanya, bukan hanya koran dengan oplah besar, tetapi juga sangat berpengaruh.

Buku ini diharapkan menjadi bahan pembelajaran berharga bagi jurnalis muda. Banyak ilmu dan nilai-nilai jurnalistik yang bisa dipelajari dari pengalaman para senior. Lebih dari 1.000 eksemplar buku ini akan dicetak dan diedarkan.

“Kesaksian 23 Wartawan Kompas” menjadi saksi bisu atas dedikasi, idealisme, dan keteguhan hati para wartawan dalam menyuarakan kebenaran, dari era mesin tik hingga era digital. Buku ini merupakan warisan berharga, menginspirasi dan memberikan pelajaran penting tentang sejarah pers Indonesia dan peran vital jurnalis di dalamnya.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button