Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto, turut mempromosikan keindahan kain tenun Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan mengenakannya dalam acara Himpunan Ratna Busana. Acara bertajuk “Mengenal Wastra, Busana, Budaya, dan Kuliner Nusa Tenggara Timur” ini diselenggarakan pada 10 Mei 2025.
Bukan hanya Titiek Soeharto, sejumlah tokoh penting lainnya juga terlihat mengenakan kain tenun NTT di acara tersebut. Di antaranya, Ketua DPR RI Puan Maharani, Menteri Pariwisata Indonesia Widiyanti Putri Wardhana, Yenny Wahid, dan Annisa Pohan Yudhoyono.
Titiek Soeharto mengapresiasi kekayaan budaya NTT yang tercermin dalam kain tenunnya. Ia mengungkapkan kekagumannya terhadap makna tersirat di balik setiap motif tenun.
Pesona Kain Tenun NTT: Warisan Budaya yang Berharga
Kain tenun NTT merupakan warisan budaya yang sangat berharga bagi masyarakat setempat. Setiap suku di NTT memiliki teknik dan motif tenunnya sendiri yang diwariskan secara turun-temurun.
Kain tenun ini bukan sekadar pakaian, melainkan simbol status sosial dan identitas budaya. Proses pembuatannya yang rumit dan memakan waktu menjadikan kain tenun NTT memiliki nilai jual yang tinggi, bahkan hingga ratusan juta rupiah.
Jenis-jenis Kain Tenun NTT dan Proses Pembuatannya
Secara umum, kain tenun NTT dikategorikan menjadi tiga jenis berdasarkan proses pembuatannya: tenun ikat, tenun buna, dan tenun lotis (atau sotis/songket).
Ketiga jenis tenun ini memiliki keunikan tersendiri dalam hal teknik pewarnaan dan pembuatan motif. Perbedaan tersebut memberikan ragam pilihan keindahan dalam kain tenun NTT.
Tenun Ikat
Tenun ikat dikenal dengan proses pembuatan motif melalui pengikatan benang lungsi (benang yang memanjang) sebelum proses penenunan. Teknik ini menghasilkan motif yang unik dan khas.
Tenun Buna
Berbeda dengan tenun ikat, tenun buna menggunakan benang yang sudah diwarnai sebelumnya untuk menciptakan motif. Proses ini menghasilkan kain tenun dengan paduan warna yang lebih beragam dan cerah.
Tenun Lotis
Tenun lotis memiliki kemiripan dengan tenun buna dalam hal pewarnaan benang. Namun, tenun lotis identik dengan warna-warna gelap seperti hitam, cokelat tua, biru tua, dan merah hati.
Warna-warna alami seperti kunyit dan mengkudu dulunya menjadi pilihan utama. Namun, kini banyak pengrajin yang beralih ke pewarna kimia untuk efisiensi dan pilihan warna yang lebih luas.
Motif dan Fungsi Kain Tenun NTT
Motif pada kain tenun NTT umumnya mencerminkan asal-usul dan budaya pemakainya. Setiap suku atau daerah memiliki motif khas yang terinspirasi dari lingkungan sekitar.
Contohnya, motif tengkorak pada tenun Sumba Timur dan motif hujan, pohon, dan ranting pada tenun Maumere.
Motif Kain Tenun NTT
Motif-motif ini bukan hanya hiasan, melainkan simbol-simbol yang sarat makna. Mereka merepresentasikan kepercayaan, sejarah, dan kehidupan masyarakat NTT.
Fungsi Kain Tenun NTT
Dahulu, kain tenun NTT digunakan terutama untuk upacara-upacara sakral seperti pernikahan dan pemakaman. Kain tenun menjadi simbol penghormatan dan kebesaran.
Seiring perkembangan zaman, kain tenun NTT kini juga digunakan untuk pakaian sehari-hari, seperti baju, selendang, sarung, dan selimut. Keindahannya semakin dikenal luas, bahkan hingga kancah internasional.
Kehadiran kain tenun NTT di panggung mode internasional, seperti Couture New York Fashion Week dan Paris Fashion Week pada tahun 2018, membuktikan daya pikat dan kualitasnya yang diakui dunia.
Popularitas kain tenun NTT semakin meningkat, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di kancah internasional. Hal ini berkat keindahan, keunikan, dan makna budaya yang terkandung di dalamnya.