Site icon Tempo Siang

Kisah Pilu Pengungsi Iran: Serangan Israel & Pelarian ke Turki

Kisah Pilu Pengungsi Iran: Serangan Israel & Pelarian ke Turki

Sumber: Detik.com

Keluarga-keluarga Iran yang melarikan diri ke Turki menghadapi dilema berat: bertahan di negeri asing atau pulang ke Iran yang tengah dilanda ketidakpastian. Pemblokiran internet, sensor ketat pemerintah, dan serangan udara mematikan menciptakan rasa takut dan keraguan yang mendalam bagi mereka.

Situasi ini memaksa mereka membuat keputusan yang sangat sulit, di tengah informasi yang terbatas dan ancaman nyata.

Dilema di Tengah Serangan

Farnaz, seorang seniman Iran-Amerika, mengunjungi keluarganya di Teheran saat serangan Israel terjadi. Ia menggambarkan pengalamannya sebagai mimpi buruk yang nyata.

Ketiadaan akses internet membuatnya merasa terisolasi dan tak berdaya. Ia hanya bisa mendengar rumor dan suara-suara samar dari luar, tanpa mengetahui kebenaran yang terjadi.

Ketakutan akan serangan udara yang menghancurkan membuatnya memutuskan untuk melarikan diri ke Turki.

Perjalanan darat menuju perbatasan Turki pun dipenuhi dengan ketegangan dan pemeriksaan ketat dari pihak keamanan Iran. Ia khawatir paspor Amerikanya akan menjadi masalah.

Perjalanan Menakutkan Menuju Turki

Farnaz mengingat dengan jelas teror serangan udara Israel pada 13 Juni lalu. Getaran dan suara ledakan memecahkan jendela-jendela rumah, mengguncang tubuhnya hingga ketakutan.

Meskipun lega telah sampai di Turki, ia tetap khawatir akan keselamatan keluarga dan kerabatnya yang masih berada di Teheran.

Namun, ia juga mengungkapkan rasa lega karena percaya serangan tersebut dapat membantu mengakhiri rezim Iran yang represif.

Di bandara dan perbatasan Kapikoy/Razi, sedikit orang yang bersedia diwawancarai, karena takut akan konsekuensi dari rezim Iran.

Harapan dan Ketakutan di Perbatasan

Seorang perempuan menunggu selama berjam-jam di perbatasan, menanti kedatangan teman-temannya dari Iran. Ketiadaan koneksi internet membuat ia cemas dan tak tahu kabar mereka.

Pertemuan mengharukan terjadi ketika kedua perempuan muda akhirnya tiba, dan mereka saling berpelukan di tengah tangis haru.

Namun, tidak semua orang memilih untuk meninggalkan Iran. Beberapa tetap bertahan, meski di tengah rasa takut dan kekhawatiran akan perang.

Seorang perempuan muda menjelaskan bahwa berada jauh dari rumah justru membuatnya lebih cemas, karena ia mendapat informasi yang membingungkan dan tidak tahu siapa yang bisa dipercaya.

Seorang pengusaha muda yang berhasil menyeberang ke Turki untuk kembali bekerja di Kanada juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kakek dan kerabatnya di Teheran.

Ibunya, Nazi, mengungkapkan kemarahannya atas serangan udara AS, tetapi tetap optimis bahwa Iran akan mampu melewati situasi sulit ini.

Pengalaman mereka menggambarkan kompleksitas situasi di Iran, di mana ketakutan, ketidakpastian, dan harapan bercampur aduk menjadi satu.

Mereka yang pergi maupun yang tetap tinggal di Iran, semua merasakan beban berat dari konflik yang tengah melanda.

Kisah mereka menyoroti perjuangan manusia di tengah konflik internasional, dan dilema berat yang harus dihadapi ketika harus memilih antara keselamatan dan kampung halaman.

Exit mobile version