Gugatan terhadap Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM terkait perpanjangan kepengurusan DPP PDI Perjuangan kembali disidangkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Dua kader PDI-P mempersoalkan keabsahan SK Nomor M.HH-05.AH.11.02 Tahun 2024, menganggapnya melanggar mekanisme organisasi partai. Sidang ini menjadi sorotan publik, mengingat implikasi politik dan legalnya yang cukup besar.
Pengacara penggugat, Anggiat BM Manalu, menjelaskan gugatan diajukan untuk menguji prosedur penerbitan SK perpanjangan kepengurusan PDI-P hingga 2025. Ia menekankan pentingnya memastikan kepatuhan terhadap aturan internal partai dan hukum yang berlaku.
Uji Materiil SK Perpanjangan Kepengurusan PDI-P
Gugatan ini berfokus pada dugaan penyimpangan prosedur dalam perpanjangan kepengurusan. Penggugat menilai perpanjangan tersebut tidak sesuai dengan Anggaran Dasar PDI-P yang mensyaratkan kongres setiap lima tahun.
Masa jabatan kepengurusan sebelumnya berakhir pada 8 Agustus 2024. Perpanjangan dilakukan tanpa kongres, hal ini menjadi pokok permasalahan utama dalam gugatan.
Anggiat menambahkan, pihaknya akan menghadirkan saksi dan ahli untuk memperkuat argumen dalam persidangan. Identitas saksi dirahasiakan untuk mencegah intimidasi.
Konflik Kepentingan dan Dugaan Intimidasi
Muncul dugaan konflik kepentingan terkait penerbitan SK. Menteri Hukum dan HAM saat itu, Yasonna Laoly, juga merupakan kader PDI-P. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai objektivitas proses pengambilan keputusan.
Pengacara penggugat menyatakan telah terjadi upaya intimidasi terhadap para pemberi kuasa. Beberapa di antaranya bahkan menghilang setelah namanya disebutkan.
Berbagai bentuk intimidasi dilakukan, mulai dari permintaan pencabutan kuasa hingga iming-iming tertentu. Kondisi ini menghambat proses hukum dan menimbulkan kekhawatiran.
Proses Hukum dan Sidang Selanjutnya
Perkara ini terdaftar dengan nomor 113/G/2025/PTUN.JKT dan telah memasuki sidang kedelapan. Sidang berikutnya dijadwalkan pada 2 Juli 2025, dengan agenda pemeriksaan bukti tambahan serta keterangan saksi dan ahli.
Sidang ini bukan yang pertama kali terkait perpanjangan kepengurusan PDI-P. Gugatan serupa pernah diajukan sebelumnya, namun dicabut karena berbagai alasan, termasuk dugaan penipuan oleh oknum pengacara.
Pihak penggugat berharap PTUN Jakarta dapat memutuskan secara adil dan obyektif, menegakkan prinsip hukum dan tata kelola organisasi yang baik.
Kasus ini menjadi cerminan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam organisasi politik. Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan memberikan kepastian hukum dan menguatkan prinsip demokrasi internal partai politik. Ke depan, diharapkan tercipta mekanisme yang lebih jelas dan terhindar dari potensi konflik kepentingan dalam pengambilan keputusan internal partai. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan publik dan integritas sistem demokrasi di Indonesia.