Gaya Hidup

Ghosting: 6 Dampak Kesehatan Mental yang Menghancurkan

Ghosting, tindakan menghindar tanpa kabar dari seseorang, mungkin terlihat sepele. Namun, dampaknya terhadap kesehatan mental korban sangat serius dan perlu dipahami. Memahami dampak ini dapat membantu kita membangun relasi yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Ghosting meninggalkan luka emosional yang dalam, mengganggu kesejahteraan mental, dan bahkan dapat berdampak pada kemampuan seseorang untuk membentuk hubungan di masa depan. Berikut penjelasan lebih detail mengenai dampak negatif ghosting.

Dampak Psikologis Ghosting: Luka Emosional dan Penurunan Harga Diri

Korban ghosting sering kali merasa tidak berharga dan mempertanyakan jati dirinya. Konselor hubungan Tamara Hoyton menjelaskan, perasaan ditolak dan tidak layak dicintai sering muncul setelah mengalami ghosting.

Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh hilangnya komunikasi mendadak menimbulkan luka emosional yang mendalam. Korban kerap terjebak dalam harapan akan kembalinya pelaku ghosting, memperburuk kondisi mental mereka.

Ghosting dan Gangguan Kesehatan Mental Jangka Panjang

Ghosting dapat memicu stres, depresi, bahkan trauma jangka panjang. Menurut Rufus Tony Spann, Ph.D., terapis seks bersertifikat, kurangnya penjelasan dan kesempatan untuk memproses perpisahan secara sehat merupakan faktor utama.

Ketidakmampuan untuk memahami alasan di balik ditinggalkan secara tiba-tiba menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang menggerogoti harga diri korban. Kondisi ini dapat menyebabkan trauma dan gangguan mental seperti depresi atau kecemasan.

Efek Ghosting terhadap Kepercayaan Diri dan Hubungan Sosial

Studi yang dipublikasikan di International Journal of Environmental Research and Public Health (2020) menunjukkan peningkatan tingkat kesepian pada korban ghosting dan breadcrumbing.

Rasa tak berdaya dan kepuasan hidup yang rendah seringkali menyertai pengalaman ghosting. Korban sering menyalahkan diri sendiri, menciptakan narasi negatif tentang kekurangan mereka.

Stacey Diane Arañez Litam, Ph.D., konselor klinis profesional dan seksolog, menyatakan bahwa korban ghosting seringkali mencari kesalahan pada diri sendiri, bukan pada pelaku ghosting.

Pengalaman ghosting berulang dapat menghambat kemampuan seseorang untuk membentuk relasi sehat di masa depan. Kepercayaan diri dan kemampuan untuk mempercayai orang lain dapat terpengaruh secara signifikan.

Siklus ghosting yang berulang dapat tercipta. Korban yang pernah mengalami ghosting berisiko menjadi pelaku ghosting di masa mendatang. Hal ini membentuk pola komunikasi yang tidak sehat.

Mengatasi Dampak Ghosting: Menuju Komunikasi yang Sehat

Ghosting tidak hanya berdampak buruk pada korban. Pelaku juga dapat mengalami rasa bersalah yang terpendam. Seringkali, pelaku ghosting kesulitan mengutarakan perasaan mereka.

Ketidakmampuan mengkomunikasikan masalah dalam hubungan mengarah pada pilihan yang mudah, yaitu menghilang tanpa penjelasan. Kedewasaan emosional dan kemampuan berkomunikasi yang baik sangat penting untuk mencegah ghosting.

Memahami dampak negatif ghosting sangat penting untuk membangun hubungan yang lebih sehat. Baik bagi korban maupun pelaku, komunikasi terbuka dan jujur merupakan kunci untuk mengatasi trauma dan membangun relasi yang berkelanjutan.

Penting untuk diingat bahwa ghosting bukan solusi untuk menyelesaikan konflik. Menghindari konflik hanya akan memperburuk situasi dan meninggalkan luka emosional yang lebih dalam.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button