Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus korupsi berupa pemerasan terhadap agen Tenaga Kerja Asing (TKA) dalam proses pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) periode 2019-2024. Kasus ini telah menjerat delapan tersangka dan melibatkan sejumlah uang mencapai Rp53,7 miliar.
Plt Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap saksi-saksi terus dilakukan. Baru-baru ini, KPK memeriksa dua mantan staf khusus Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharyudi Triwibowo.
Pemeriksaan Mantan Stafsus Menaker
Pemeriksaan terhadap Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharyudi Triwibowo difokuskan pada dugaan pemerasan terhadap agen TKA. KPK mendalami pengetahuan mereka terkait proses pemerasan dan aliran dana yang dihasilkan.
Penyidik KPK menelusuri peran kedua mantan stafsus tersebut dalam dugaan praktik korupsi ini. Mereka dimintai keterangan terkait tugas dan fungsi, pengetahuan mengenai pemerasan, dan aliran dana hasil pemerasan.
Kronologi Kasus Korupsi Kemenaker
Kasus korupsi ini bermula dari proses pengurusan RPTKA di Direktorat PPTKA, Kemenaker. Para tersangka diduga memeras agen TKA dengan meminta sejumlah uang sebagai imbalan kelancaran proses.
Modus operandi yang digunakan para tersangka cukup sistematis. Mereka memprioritaskan pemohon yang sudah menyetor uang, sementara pemohon yang tidak menyetor uang akan mengalami hambatan proses.
Para pemohon yang datang ke Kemenaker seringkali diminta “bantuan” agar proses RPTKA segera terbit. Perusahaan yang terlambat menerbitkan RPTKA dikenakan denda Rp1 juta.
Pejabat tinggi, termasuk SH, HY, WP, dan DA, diduga memerintahkan verifikator seperti PCW, ALF, dan JMS untuk mengumpulkan uang dari pemohon. Pemohon yang telah menyetor uang akan mendapat jadwal wawancara melalui Skype.
Total uang yang terkumpul mencapai Rp53,7 miliar. Selain delapan tersangka utama, sekitar 85 pegawai Direktorat PPTKA juga menerima bagian dari uang tersebut, sekitar Rp8,9 miliar.
Uang tersebut digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk makan siang dan kegiatan di luar anggaran. Bahkan, office boy (OB) dan staf lain juga menerima bagian sekitar Rp5 miliar, yang kemudian dikembalikan.
Identitas Delapan Tersangka
KPK telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah SH, HYT, WP, DA, GW, PCW, JS, dan AE. Identitas dan jabatan masing-masing tersangka telah diungkap oleh KPK.
SH menjabat sebagai Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja. HYT pernah menjabat sebagai Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing dan Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker.
WP adalah mantan Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing, sementara DA adalah mantan Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing Kemenaker.
GW menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Maritim dan Pertanian Ditjen Binapenta dan PKK Kemenaker. PCW, JS, dan AE merupakan staf di Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Informasi lebih detail mengenai latar belakang dan masa jabatan masing-masing tersangka juga telah diungkap. Hal ini semakin memperjelas jaringan dan peran masing-masing individu dalam kasus korupsi ini.
Kasus korupsi di Kemenaker ini menunjukkan pentingnya pengawasan dan penegakan hukum yang ketat dalam pengelolaan pemerintahan. Besarnya jumlah uang yang terlibat dan meluasnya keterlibatan pegawai menunjukkan betapa sistematisnya praktik korupsi yang terjadi. Semoga kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga untuk mencegah terjadinya korupsi serupa di masa mendatang.