Site icon Tempo Siang

Liburan Panjang Aman? Pakar Ungkap Rahasia Cegah Covid-19

Liburan Panjang Aman? Pakar Ungkap Rahasia Cegah Covid-19

Sumber: Liputan6.com

Lima tahun setelah pandemi global, COVID-19 kembali muncul di beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Kenaikan kasus ini memicu kekhawatiran, terutama menjelang liburan sekolah yang biasanya diiringi peningkatan mobilitas dan kerumunan masyarakat.

Awal Juni 2025, Jawa Barat mencatat enam kasus COVID-19 di empat kabupaten. Pasien tersebut tengah menjalani observasi dan perawatan di rumah sakit.

Meminimalkan Kemungkinan Terserang COVID-19

Meningkatnya mobilitas masyarakat selama liburan panjang meningkatkan risiko penularan virus SARS-CoV-2. Untuk itu, Prof. Dr. Faisal Yunus, Ph.D., Sp.P(K), Guru Besar Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI, memberikan beberapa tips pencegahan.

Prof. Faisal menekankan pentingnya menjaga pola hidup bersih dan sehat. Hal ini meliputi penggunaan masker, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan tidak makan atau minum bersama.

Menjaga daya tahan tubuh juga sangat penting. Konsumsi makanan bergizi seimbang dan istirahat yang cukup dapat membantu tubuh melawan infeksi.

Bagi penderita penyakit komorbid, kewaspadaan lebih tinggi perlu dilakukan. Hindari tempat-tempat ramai dan berisiko tinggi penularan COVID-19.

Varian virus yang beredar saat ini merupakan mutasi dari Omicron. Penting untuk memahami karakteristik varian terbaru ini guna meningkatkan efektivitas pencegahan.

Potensi Kenaikan Kasus COVID-19

Gejala infeksi varian baru COVID-19 umumnya berupa batuk, pilek, dan terkadang disertai sakit tenggorokan. Pemantauan ketat diperlukan untuk mengendalikan penyebarannya.

Pemerintah perlu mengevaluasi kembali efektivitas vaksinasi COVID-19. Hal ini untuk memastikan perlindungan yang optimal terhadap varian baru.

Kondisi kemarau basah di Indonesia meningkatkan risiko penularan COVID-19. Kelembapan tinggi dan perubahan suhu ekstrem dapat mempermudah penyebaran virus dan melemahkan imunitas tubuh.

Epidemiolog Dicky Budiman menjelaskan dampak kemarau basah terhadap peningkatan kasus COVID-19. Perubahan suhu ekstrem juga berpengaruh pada daya tahan tubuh.

Kemarau basah menyebabkan masyarakat lebih sering berkumpul di ruangan tertutup. Namun, hal ini bisa diminimalisir dengan menjaga kebersihan diri, memakai masker, dan membuka ventilasi.

Pengaruh Kondisi Cuaca

Kemarau basah di Indonesia ditandai dengan hujan yang masih turun secara berkala meskipun memasuki musim kemarau. Kondisi ini berbeda dengan kemarau biasanya yang identik dengan cuaca panas dan minim hujan.

Fenomena kemarau basah dipicu oleh berbagai faktor, termasuk suhu permukaan laut yang hangat. Angin muson aktif, La Nina, dan Indian Ocean Dipole (IOD) negatif juga berperan.

Dampaknya, intensitas hujan masih cukup tinggi meski frekuensi hujan menurun. Hal ini perlu menjadi perhatian untuk mencegah penyebaran COVID-19.

Perubahan suhu ekstrim antara siang dan malam juga melemahkan daya tahan tubuh. Kondisi ini membuat masyarakat lebih rentan terhadap infeksi virus.

Dengan demikian, upaya menjaga kebersihan diri, penggunaan masker, dan ventilasi yang baik tetap krusial. Hal tersebut penting untuk meminimalisir risiko penularan COVID-19 selama kemarau basah.

Kesimpulannya, kembalinya COVID-19 mengingatkan kita akan pentingnya kewaspadaan dan penerapan protokol kesehatan. Kombinasi dari peningkatan kewaspadaan individu, evaluasi kebijakan pemerintah, dan pemahaman kondisi cuaca, akan menjadi kunci dalam mengendalikan penyebaran virus ini.

Exit mobile version