Krisis Finansial Hantam BYD: 20 Diler Shandong Tutup

Krisis melanda jaringan dealer BYD di Provinsi Shandong, China. Sebanyak 20 diler 4S (Sales, Service, Spare Part, dan Survey) milik Shandong Qiancheng Holdings Co., Ltd. terpaksa ditutup sejak April 2025. Penutupan ini berdampak signifikan terhadap lebih dari seribu konsumen yang telah membayar sejumlah uang muka untuk paket layanan prabayar. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai tanggung jawab produsen otomotif dalam mengawasi jaringan dealer resminya.
Penutupan mendadak 20 diler BYD ini bukan hanya kerugian bagi konsumen, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya pada citra BYD di pasar otomotif China. Kepercayaan konsumen terhadap merek BYD pun menjadi taruhannya.
Ratusan Konsumen Terdampak Layanan Prabayar
Lebih dari seribu konsumen terkena imbas penutupan mendadak diler-diler BYD di Shandong. Mereka telah membayar uang muka yang cukup besar untuk paket layanan prabayar, meliputi asuransi, perawatan berkala, dan bahkan layanan perawatan seumur hidup.
Konsumen mengaku telah membayar uang muka sebesar 10.000–15.000 yuan (sekitar Rp 21 juta – Rp 31 juta) untuk premi asuransi tahun kedua dan ketiga. Sayangnya, hingga akhir Mei 2025, sebagian besar dari mereka belum menerima pengembalian dana atau layanan yang dijanjikan.
Kekecewaan konsumen semakin memuncak. Mereka membentuk kelompok perlindungan hak konsumen untuk menuntut solusi dari pihak yang bertanggung jawab. Kondisi ini semakin memperburuk reputasi BYD di pasar lokal.
Penyebab Krisis dan Tanggapan BYD
Qiancheng Group, pemilik diler-diler tersebut, telah beroperasi sejak 2014 dan sempat menjadi diler utama BYD di Shandong. Perusahaan ini mengklaim memiliki penjualan tahunan hingga 3 miliar yuan (sekitar Rp 6,3 triliun) dan mempekerjakan lebih dari 1.200 staf.
Namun, dokumen internal Qiancheng yang tertanggal 17 April 2025 mengungkapkan kesulitan keuangan yang dialami perusahaan. Penyesuaian kebijakan dealer BYD dalam dua tahun terakhir memberikan tekanan besar pada arus kas perusahaan.
Kondisi eksternal yang memburuk, seperti kegagalan beberapa diler otomotif di Shandong dan kebijakan pembiayaan bank yang ketat, juga turut memperparah situasi. Qiancheng terlilit utang akibat ekspansi bisnis yang terlalu agresif tanpa perencanaan matang.
BYD, melalui Departemen Merek dan Hubungan Masyarakatnya, menegaskan bahwa kebijakan perusahaan terhadap jaringan dealer tetap stabil. Mereka menyalahkan manajemen Qiancheng yang dinilai kurang bijak dalam mengelola keuangan perusahaan.
BYD menyatakan telah memfasilitasi akuisisi diler-diler tersebut oleh diler lokal lainnya sejak akhir tahun lalu untuk menyelesaikan masalah konsumen dan nasib karyawan. Namun klaim tersebut dibantah oleh hampir 500 anggota kelompok perlindungan hak konsumen yang menilai belum ada solusi konkret yang diberikan BYD.
Implikasi dan Tantangan ke Depan
Kasus penutupan 20 diler BYD ini menimbulkan pertanyaan serius tentang pengawasan dan tanggung jawab produsen otomotif terhadap jaringan dealer resminya. Perusahaan otomotif perlu memastikan mitra bisnisnya memiliki pengelolaan keuangan yang sehat dan mampu memberikan layanan yang dijanjikan kepada konsumen.
Kepercayaan konsumen merupakan aset berharga bagi industri otomotif. Kejadian ini bisa berdampak negatif pada citra BYD dan industri otomotif China secara keseluruhan. Oleh karena itu, transparansi dan akuntabilitas menjadi sangat penting untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Ketiadaan solusi konkret bagi ribuan konsumen yang menunggu pengembalian dana atau layanan yang dijanjikan menimbulkan kekhawatiran akan dampak jangka panjangnya. Peristiwa ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak terkait untuk memprioritaskan perlindungan konsumen dan memastikan praktik bisnis yang bertanggung jawab. Regulasi yang lebih ketat dan pengawasan yang lebih intensif dari pemerintah mungkin diperlukan untuk mencegah kejadian serupa terjadi kembali dan melindungi kepentingan konsumen.