Longsor Tambang Gunung Kuda Cirebon: Pemprov Jabar Abaikan Peringatan?
Tragedi longsor di Gunung Kuda, Cirebon, Jawa Barat pada Jumat, 30 Mei 2025, telah mengakibatkan delapan pekerja tambang meninggal dunia. Peristiwa ini mendorong Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk mengambil tindakan tegas guna mencegah kejadian serupa terulang.
Langkah cepat yang diambil Gubernur Dedi adalah pencabutan izin operasional tiga tambang galian C di kawasan tersebut. Pencabutan izin ini bukan tanpa alasan, melainkan sebagai respons atas serangkaian peringatan yang diabaikan oleh pengelola tambang.
Pencabutan Izin Tambang Galian C di Gunung Kuda
Gubernur Dedi Mulyadi secara resmi mencabut izin operasional tambang galian C di Gunung Kuda. Keputusan ini merupakan sanksi administratif atas pelanggaran standar keamanan kerja yang serius.
Tambang yang dikelola Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah terbukti telah beberapa kali menerima surat peringatan dari Dinas ESDM Jawa Barat. Peringatan tersebut disampaikan jauh sebelum kejadian longsor yang memilukan.
Pelanggaran Standar Keamanan dan Peringatan yang Diabaikan
Selain tambang Al-Azhariyah, dua tambang lain yang dikelola yayasan di sekitar lokasi juga ikut ditutup. Ketiga tambang tersebut dinilai tidak memenuhi standar keamanan kerja yang telah ditetapkan.
Gubernur Dedi menegaskan bahwa penutupan dilakukan segera setelah kejadian longsor. Ketegasan ini menunjukkan komitmen Pemprov Jabar dalam memprioritaskan keselamatan pekerja.
Riwayat Izin Tambang dan Moratorium Perizinan
Izin tambang di Gunung Kuda sendiri telah diterbitkan sejak tahun 2020 dan seharusnya berakhir pada Oktober 2025. Namun, karena izin tersebut dikeluarkan sebelum masa kepemimpinan Gubernur Dedi, pencabutan izin dilakukan melalui jalur administratif.
Sebagai langkah antisipatif, Pemprov Jabar saat ini tengah menjalankan moratorium perizinan tambang. Moratorium ini bertujuan untuk mengevaluasi seluruh aktivitas pertambangan di Jawa Barat.
Evaluasi dan Tindakan Tegas Terhadap Tambang Ilegal
Evaluasi yang dilakukan Pemprov Jabar tidak hanya fokus pada tambang di Gunung Kuda. Evaluasi juga mencakup tambang-tambang ilegal di berbagai wilayah, termasuk Karawang dan Subang.
Tambang emas milik pengusaha Korea Selatan pun turut menjadi sasaran evaluasi. Pemprov Jabar berkomitmen untuk menindak tegas semua aktivitas pertambangan yang ilegal dan membahayakan lingkungan.
Langkah tegas lainnya yang telah diambil adalah penutupan tambang di Tasikmalaya. Proses hukum terhadap tambang ilegal di Tasikmalaya juga sedang diproses.
Kerjasama dengan Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Barat juga dijalin untuk memperkuat penegakan hukum. Hal ini menunjukkan sinergi antar instansi dalam menangani masalah pertambangan.
Pencabutan izin tambang di Gunung Kuda merupakan langkah penting dalam upaya Pemprov Jabar untuk mencegah kerusakan lingkungan dan melindungi keselamatan para pekerja. Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak terkait untuk selalu mematuhi standar keamanan dan peraturan pertambangan yang berlaku. Dengan adanya moratorium dan evaluasi menyeluruh, diharapkan aktivitas pertambangan di Jawa Barat dapat berjalan lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Ke depan, diharapkan akan ada peningkatan pengawasan dan penegakan hukum yang lebih ketat, sehingga peristiwa serupa dapat dicegah di masa mendatang. Komitmen Pemprov Jabar dalam memastikan keselamatan pekerja dan perlindungan lingkungan patut diapresiasi dan menjadi contoh bagi daerah lain.



