Berita

Sudan Bantah Tuduhan AS: Senjata Kimia Tak Digunakan

Perang saudara di Sudan terus berlanjut, menimbulkan krisis kemanusiaan yang meluas dan memantik reaksi internasional. Konflik antara militer Sudan (SAF) dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) telah memicu tuduhan penggunaan senjata kimia, yang kemudian memicu sanksi dari Amerika Serikat. Namun, pemerintah Sudan membantah keras tuduhan tersebut dan menilai tindakan AS sebagai upaya politis.

Situasi di Sudan semakin kompleks dengan adanya laporan mengenai korban sipil dan migran yang terdampak perang. Pernyataan-pernyataan resmi dari kedua belah pihak, serta tanggapan dari komunitas internasional, akan diulas lebih lanjut dalam artikel ini.

1. Bantahan Sudan terhadap Sanksi AS dan Tuduhan Penggunaan Senjata Kimia

Militer Sudan dengan tegas menolak sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat terkait dugaan penggunaan senjata kimia dalam konflik internal negara tersebut. Juru bicara militer, Brigadir Nabil Abdallah, menyatakan bahwa tuduhan tersebut merupakan informasi yang menyesatkan dan sangat serius.

Pihak militer Sudan bersikeras bahwa mereka berperang dengan metode yang bersih dan tidak pernah menggunakan senjata terlarang. Pernyataan ini disampaikan pada Sabtu, 24 Mei 2025.

Perang sipil yang telah berlangsung sejak April 2023 ini belum menunjukkan tanda-tanda akan segera berakhir. Kedua belah pihak terus melancarkan serangan, mengakibatkan penderitaan besar bagi penduduk sipil.

2. AS Menjatuhkan Sanksi dan Menyalahkan Penggunaan Senjata Kimia

Amerika Serikat, melalui Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tammy Bruce, menjatuhkan sanksi kepada militer dan pemerintah Sudan pada Kamis, 22 Mei 2025. Sanksi ini terkait dengan dugaan penggunaan senjata kimia selama perang saudara di Sudan.

AS mendesak Sudan untuk menghentikan penggunaan senjata kimia dan memenuhi kewajibannya berdasarkan Konvensi Senjata Kimia (CWC). Sebelumnya, AS telah menjatuhkan sanksi kepada pemimpin militer Sudan, Abdel Fattah al-Burhan, dan pemimpin RSF, Mohamed Hamdan Dagalo, atas berbagai pelanggaran HAM.

Menteri Budaya dan Informasi Sudan, Khaled Aleisir, menyebut pernyataan AS sebagai penyimpangan fakta yang bertujuan untuk mengaburkan realita di lapangan dan mendukung pihak yang melakukan kejahatan terhadap rakyat Sudan. Ia juga menuduh AS mendukung keberadaan militan dalam skema transisi perdamaian sebelumnya.

3. Tragedi Migran Sudan di Gurun Libya: Sebuah Kisah Kemanusiaan di Tengah Konflik

Tragedi kemanusiaan lain muncul di tengah konflik Sudan. Tujuh migran Sudan ditemukan tewas di gurun Libya pada Jumat, 23 Mei 2025. Mereka merupakan korban kerusakan mobil yang membawa 34 migran Sudan dari Chad menuju Libya.

Mobil tersebut mengalami kerusakan di tengah gurun selama 11 hari, mengakibatkan para migran kehabisan makanan dan air. Kepala Ambulans dan Layanan Darurat Kufra, Libya, Ebrahim Belhassan, melaporkan bahwa para penyintas mengalami dehidrasi akut dan trauma.

Sebanyak 22 penyintas, termasuk lima anak-anak, telah mendapatkan perawatan medis di Kufra. Lima migran lainnya masih hilang dan diyakini tengah mencari bantuan. Tragedi ini menyoroti dampak luas dari konflik Sudan, yang meluas hingga ke negara-negara tetangga.

Konflik di Sudan terus menimbulkan krisis kemanusiaan yang kompleks dan berdampak luas, baik di dalam negeri maupun di kawasan sekitarnya. Tuduhan penggunaan senjata kimia, sanksi internasional, dan tragedi migran merupakan beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam memahami situasi yang berkembang di Sudan. Perlu adanya upaya internasional yang terkoordinasi untuk menyelesaikan konflik dan memberikan bantuan kemanusiaan bagi mereka yang terdampak.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button