Sebuah survei yang dilakukan oleh Penn State University mengungkap data mengejutkan mengenai opini publik Israel terkait Palestina. Hasilnya, yang dipublikasikan Haaretz pada 22 Mei 2025, menunjukkan tingkat dukungan yang sangat tinggi terhadap tindakan-tindakan yang bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat. Temuan ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang masa depan perdamaian di wilayah tersebut. Survei ini dilakukan pada bulan Maret 2025 melalui metode daring dengan melibatkan lebih dari 1000 responden Yahudi Israel.
1. Dukungan Tinggi terhadap Pengusiran Paksa dan Tindakan Ekstrem
Survei tersebut menemukan bahwa 82 persen responden Yahudi Israel mendukung pengusiran paksa seluruh penduduk Palestina dari Jalur Gaza. Angka ini mencerminkan pandangan ekstrem yang dipegang oleh sebagian besar populasi Yahudi Israel.
Lebih mengejutkan lagi, 47 persen responden setuju dengan gagasan untuk meniru taktik militer yang brutal, yaitu membantai seluruh penduduk kota, seperti yang terjadi dalam penaklukan Yerikho dalam tradisi Yahudi. Ini menunjukkan adanya dukungan yang signifikan terhadap kekerasan ekstrem terhadap warga sipil Palestina.
Tidak hanya itu, 56 persen responden juga mendukung pengusiran paksa warga Palestina yang memiliki kewarganegaraan Israel. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan terhadap pengusiran warga Palestina bukan hanya terbatas pada wilayah tertentu, melainkan mencakup seluruh wilayah yang diklaim sebagai negara Israel.
2. Radikalisasi dan Faktor Agama sebagai Pengaruh Utama
Dukungan terhadap pengusiran paksa Palestina ternyata paling tinggi di kalangan masyarakat religius dan ultra-Ortodoks, melebihi 90 persen. Hal ini menunjukkan bagaimana keyakinan agama dapat mempengaruhi pandangan politik dan sikap terhadap konflik Israel-Palestina.
Data historis menunjukkan peningkatan dukungan yang signifikan dalam dua dekade terakhir. Dukungan untuk pengusiran warga Palestina dari Gaza meningkat drastis dari 45 persen pada tahun 2003 menjadi 82 persen di tahun 2025. Fenomena ini menunjukkan adanya radikalisasi yang mengkhawatirkan dalam opini publik Israel.
Bahkan di kalangan sekuler, dukungan terhadap pengusiran masih sangat tinggi, mencapai 70 persen untuk pengusiran warga Palestina dari Gaza dan 38 persen untuk pengusiran warga Palestina yang berstatus warga negara Israel. Ini menandakan bahwa radikalisasi tidak hanya terbatas pada kelompok religius.
3. Implikasi terhadap Operasi Militer dan Masa Depan Perdamaian
Generasi muda Israel juga menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan. Hanya 9 persen pria Yahudi di bawah 40 tahun yang menolak sepenuhnya gagasan pengusiran. Kelompok usia ini merupakan mayoritas dari tentara aktif dan cadangan Israel.
Profesor Shay Hazkani dan Tamir Sorek mengemukakan bahwa peristiwa 7 Oktober (yang tidak dijelaskan lebih detail dalam artikel aslinya) memicu radikalisasi yang telah lama berlangsung. Mereka menekankan bahwa peristiwa tersebut hanya memicu munculnya sentimen yang telah lama terpendam di dalam masyarakat Israel.
Operasi militer “Kereta Perang Gideon” di Gaza, yang bertujuan untuk mendorong warga Palestina ke Rafah, mencerminkan sentimen ini. Survei terpisah menunjukkan 44 persen publik Israel mendukung operasi ini dan 53 persen setuju dengan melanjutkan blokade penuh terhadap Gaza. Pernyataan kontroversial Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, tentang rencana untuk menghancurkan Gaza dan mengusir warga sipil, semakin memperkuat kekhawatiran ini. Kondisi ini menandakan ancaman serius terhadap perdamaian dan kesejahteraan warga Palestina.
Hasil survei ini menyoroti urgensi untuk mengatasi akar penyebab radikalisasi di Israel dan mencari solusi damai yang adil bagi konflik Israel-Palestina. Tingginya dukungan terhadap kekerasan ekstrem dan pengusiran paksa menunjukan betapa pentingnya peran internasional dalam mendorong dialog dan menciptakan mekanisme perdamaian yang efektif. Tanpa upaya yang serius, masa depan perdamaian di kawasan tersebut akan semakin suram.