Gempa Myanmar: Malaysia Desak Perpanjangan Gencatan Senjata

Malaysia mendesak Myanmar untuk segera memperpanjang gencatan senjata pasca gempa bumi yang telah disepakati. Seruan ini disampaikan Menteri Luar Negeri Malaysia, Mohamad Hasan, dalam pembukaan pertemuan regional ASEAN pada Minggu, 25 Mei 2025. Beliau menekankan urgensi perpanjangan gencatan senjata demi meringankan penderitaan rakyat Myanmar dan membuka jalan menuju perdamaian. Gencatan senjata sebelumnya, yang disepakati setelah gempa bumi dahsyat menewaskan 3.800 jiwa pada Maret lalu, akan berakhir pada akhir Mei.
Malaysia juga mendesak Myanmar untuk tetap komitmen pada Konsensus Lima Poin ASEAN. Konsensus ini mencakup sejumlah poin penting untuk menyelesaikan konflik di Myanmar. Komitmen nyata dari pemerintah Myanmar terhadap konsensus ini sangat diperlukan untuk menciptakan stabilitas dan perdamaian yang berkelanjutan.
Myanmar Harus Patuhi Konsensus Lima Poin ASEAN
Mohamad Hasan menegaskan pentingnya Myanmar mematuhi Konsensus Lima Poin ASEAN. Hal ini meliputi pengiriman bantuan kemanusiaan, penghentian kekerasan, dialog inklusif, fasilitasi mediasi oleh ASEAN, dan kunjungan utusan khusus ke Myanmar.
Hasan secara khusus menekankan dua poin krusial: penghentian segera permusuhan dan kunjungan utusan khusus ke Naypyidaw. Keberhasilan implementasi dua poin ini akan menjadi indikator keseriusan Myanmar dalam menyelesaikan konflik.
Kunjungan Utusan Malaysia dan Upaya Diplomatik
Malaysia, sebagai pemegang keketuaan ASEAN, akan mengirimkan utusan khusus ke Naypyidaw pada bulan Juni mendatang. Kunjungan ini merupakan bagian dari upaya diplomatik yang lebih luas untuk menyelesaikan konflik di Myanmar.
Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, sebelumnya telah bertemu dengan pemimpin junta Myanmar, Min Aung Hlaing, di Bangkok pada bulan April. Dalam pertemuan tersebut, Anwar juga mendesak junta untuk menghormati gencatan senjata yang telah disepakati.
Upaya Diplomatik Berkelanjutan
Upaya diplomatik yang dilakukan Malaysia dan ASEAN melibatkan berbagai pihak. Pertemuan-pertemuan bilateral dan multilateral terus dilakukan untuk mencari solusi damai atas konflik di Myanmar.
Komunikasi dan negosiasi yang intensif diperlukan untuk membangun kembali kepercayaan antara berbagai pihak yang terlibat dalam konflik. Situasi di Myanmar membutuhkan pendekatan yang holistik dan jangka panjang.
Tantangan dan Prospek Perdamaian di Myanmar
Meskipun ASEAN berupaya untuk mende-eskalasi konflik, tantangannya sangat besar. Krisis kepercayaan yang mendalam antara pihak-pihak yang berkonflik menghambat proses perdamaian.
Konflik yang berkelanjutan juga berdampak pada negara-negara tetangga. Meningkatnya jumlah pengungsi dan maraknya kejahatan transnasional menjadi konsekuensi yang perlu ditangani bersama.
Pemilu dan Partisipasi Rakyat
Junta Myanmar berencana menyelenggarakan pemilihan umum pada akhir tahun. Namun, pihak oposisi menyerukan boikot terhadap pemilu tersebut.
Mohamad Hasan menekankan pentingnya partisipasi penuh rakyat dalam pemilu yang demokratis dan inklusif. Pemilu yang tidak representatif akan memperparah konflik dan menghambat upaya perdamaian.
Konflik di Myanmar merupakan permasalahan kompleks yang membutuhkan solusi yang komprehensif dan berkelanjutan. Upaya diplomasi yang gigih dari ASEAN, khususnya Malaysia, sangat penting dalam mendorong semua pihak untuk menghentikan kekerasan, berkomitmen pada gencatan senjata, dan memulai dialog yang inklusif untuk mencapai perdamaian yang langgeng. Kesabaran dan pendekatan yang berimbang sangat diperlukan dalam menyelesaikan krisis kemanusiaan ini, mengingat sejarah konflik yang panjang dan rumit di negara tersebut. Hanya dengan komitmen bersama dari semua pihak, perdamaian yang berkelanjutan dapat dicapai di Myanmar.