Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PKB, Lalu Hadrian Irfani, mendesak Kementerian Kebudayaan (Kemendikbud) untuk bersikap transparan terkait rencana penulisan ulang sejarah Indonesia. Komisi X DPR RI berencana memanggil Kemendikbud untuk membahas hal ini secara detail.
Desakan ini muncul sebagai respons terhadap Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) yang meminta penghentian proyek penulisan ulang sejarah tersebut. Komisi X DPR RI telah mendengarkan masukan dari AKSI.
Ketidakjelasan Rencana Penulisan Ulang Sejarah
Lalu Hadrian Irfani menjelaskan bahwa Komisi X DPR RI belum membahas dan belum menerima draf rancangan isi rencana penulisan ulang sejarah. Publik justru sudah menyatakan penolakan sebelum draf tersebut tersedia.
Komisi X DPR RI telah melakukan diskusi dengan AKSI untuk menggali lebih dalam alasan penolakan mereka terhadap rencana penulisan ulang sejarah. Perlu ada klarifikasi lebih lanjut mengenai isi dan metode penulisan ulang sejarah ini.
Kekhawatiran Publik Terhadap Transparansi dan Objektivitas
Menurut Lalu, AKSI mengungkapkan beberapa kekhawatiran utama. Mereka mempertanyakan transparansi proses penulisan ulang dan potensi bias kepentingan pemerintah dalam penyusunannya.
AKSI khawatir metode penulisan, narasi yang digunakan, penggambaran peran tokoh sejarah, atau bahkan muatan politis dapat mempengaruhi objektivitas penulisan ulang sejarah Indonesia. Semua aspek ini perlu diklarifikasi.
Langkah Komisi X DPR RI Mendukung Transparansi
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Komisi X DPR RI akan mengadakan rapat kerja (Raker) dengan Kemendikbud minggu depan. Tujuannya adalah untuk memastikan penulisan ulang sejarah dilakukan secara transparan, objektif, dan akuntabel.
Komisi X DPR RI akan meminta Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan jajarannya untuk hadir. Transparansi diharapkan dapat mencegah kecurigaan dan resistensi masyarakat, sehingga menghindari polemik di ruang publik.
Komisi X DPR RI menekankan pentingnya memastikan proses penulisan ulang sejarah Indonesia dilakukan secara terbuka dan melibatkan berbagai pihak. Hal ini bertujuan agar hasil penulisan sejarah yang baru dapat diterima oleh masyarakat luas dan tidak menimbulkan kontroversi. Harapannya, sejarah Indonesia dapat ditulis ulang dengan akurat dan objektif, sesuai dengan fakta dan data yang valid, serta memperhatikan berbagai perspektif.